Master Chin Kung Membahas :
Apa yang dimaksud dengan melepaskan segalanya dan menfokuskan pikiran
melafal Amituofo? Apakah pekerjaan dan seluruh aktivitas kehidupan juga harus
dilepaskan?
Bagian 1
Para praktisi sekalian, apa kabar semuanya! Beberapa hari ini kita berada
bersama dengan para praktisi yang berasal dari Hongkong dan Tiongkok, saya
melihat anda sekalian begitu serius melatih diri, ini membuat diriku menjadi
sangat terhibur.
Permasalahan dalam melatih diri tentunya adalah halangan yang sulit
terhindari, penyebabnya adalah kurangnya pemahaman terhadap teori, cara dan
kondisi batin, sehingga munculnya keraguan tak terhindarkan. Kemarin ada
seorang praktisi yang memberitahukan padaku, dia merasa bahwa bencana di dunia
ini terlampau banyak, juga merasakan bahwa hidup di dunia ini tiada maknanya,
sungguh pesimis; dia berkata padaku, “Saya telah melepaskan segalanya, kini
saya menfokuskan pikiran melafal Amituofo, hanya berharap semoga saya segera
terlahir ke Alam Sukhavati”. Tetapi dia juga menuturkan padaku, “Kini saya
hanya memiliki beberapa puluh ribu dollar saja, jika uang ini habis dipakai,
tidak tahu bagaimana dengan kehidupanku kelak?”
Saya dapat membayangkan dia ini adalah tipe orang yang bagaimana, yang
serupa dengan pemikiran dan tindakannya, bukan hanya dia seorang saja. Niatnya
ini memang bagus, tekadnya untuk terlahir ke Alam Sukhavati memang tidak salah,
masalahnya apakah dia bisa berhasil terlahir atau tidak. Mengapa diragukan dia
bisa terlahir atau tidak? Karena tindakannya telah salah, masalah terlahir ke
Alam Sukhavati ini mana boleh tergesa-gesa? Jika terburu-buru ingin segera ke
sana, ditinjau dari sudut prinsip memang boleh dibenarkan, namun tindakannya
tidak benar. Anda masih mencemaskan bagaimana jika biaya hidup sudah habis
digunakan, dan tidak ada sumber pendapatan, ini disebut mencari masalah sendiri!
Maka itu saya memberitahukan padanya, di dalam sutra, Buddha sering
membabarkan pada kita bahwa segalanya harus menuruti apa adanya. Pekerjaan dan
aktivitas keseharian harus dijalani, bukan hanya umat awam, bahkan anggota
Sangha tak terkecuali, seperti kata pepatah kuno “Sehari menjadi Bhiksu sehari memukul genta”.
Setiap hari kita harus menunaikan kewajiban masing-masing, inilah yang disebut
meneladani Buddha. Apa yang harus dilepaskan tidak dia lepaskan, sebaliknya apa
yang tidak boleh dilepaskan malah dia lepaskan. Dia melepaskan pekerjaannya,
ini adalah apa yang tidak boleh dilepaskannya; yang harus dilepaskannya, yakni
kekhawatiran dan kecemasan yang ada di hatinya, inilah yang harus
dilepaskannya.
Menempatkan Buddha Amitabha dan Alam Sukhavati di dalam hati, selain ini
maka segala kekhawatiran dan kecemasan harus dilepaskan, ini barulah disebut
dengan makna melepaskan yang sesungguhnya. Sedangkan dia telah salah paham, ini
bukan meneladani Buddha, sampai keluarga juga terabaikan, pekerjaan tidak sudi
dilakukan lagi, andaikata setiap insan
mempelajari Buddha Dharma dengan jalan sedemikian, maka Ajaran Buddha
tidak bisa lagi bertahan di dunia ini. Mengapa demikian? Karena telah merusak
tatanan kehidupan dunia ini. Di dalam sutra, Buddha sering membabarkan pada
kita, “Buddha Dharma berada di dunia ini, tidak merusak tatanan kehidupan bermasyarakat”.
Ajaran Buddha tidak hanya tidak merusak tatanan kehidupan dunia, bahkan Buddha
Dharma dapat menyesuaikan diri dengan tatanan kehidupan masyarakat, maka itu
Ajaran Buddha mendapat sambutan dari masyarakat luas, inilah alasannya.
Praktisi sekalian hendaknya dapat memahami, melepaskan adalah melepaskan
kemelekatan di hati, bukan melepaskan apa yang ada dalam kehidupan nyata. Jika
di hati telah mampu melepaskan, di dalam kehidupan nyata takkan ada rintangan
lagi, inilah yang disebut “dalam segala hal bebas tanpa rintangan”. Andaikata di dalam kehidupan nyata
harus melepaskan, maka Buddha Sakyamuni tentunya juga seharusnya melepaskan,
buat apa selama 49 tahun membabarkan Dharma? Cobalah pikirkan, Buddha dan
Bodhisattva memperlihatkan pada kita, demikian juga para guru sesepuh juga
sedang memberi teladan, dari sudut ini kita harus memahami tidak boleh
menyalahartikan maksud dari Buddha, tidak boleh salah dalam menjelaskan makna
yang sesungguhnya dari Dharma Buddha.